Gadai merupakan praktik yang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Layanan ini sering menjadi solusi bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat, terutama ketika akses pinjaman bank dirasa sulit karena prosedurnya cukup panjang. Proses gadai relatif lebih sederhana sehingga banyak dipilih sebagai alternatif pembiayaan. Namun, bagaimana hukum gadai dalam pandangan Islam, khususnya terkait praktik gadai emas syariah di Indonesia?
Dalam bahasa Arab, gadai disebut rahn. Secara etimologis, rahn berarti penerapan dan penahanan. Secara terminologis, rahn adalah menjadikan suatu harta benda sebagai jaminan utang yang dapat dilunasi dengan barang jaminan tersebut jika debitur tidak mampu melunasinya. Singkatnya, konsep gadai adalah meminjam sejumlah uang dengan memberikan jaminan kepada pemberi pinjaman, jika sampai waktu yang telah ditentukan peminjam tidak dapat membayarnya, maka barang jaminan menjadi hak pemberi pinjaman. Barang tetap menjadi milik peminjam selama waktu peminjaman, namun dalam kuasa pemberi pinjaman.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui Fatwa Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 menyatakan bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. Fatwa ini menegaskan bahwa gadai diperbolehkan dalam Islam. Fatwa ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 283 yang artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka se-sungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Ayat ini menjadi dasar hukum bahwa praktik gadai diperbolehkan dalam islam selama dilaksanakan sesuai syariat.
Implementasi Gadai Emas di Bank Syariah
Bank syari’ah telah menyediakan layanan gadai dalam bentuk emas (rahn emas). Nasabah dapat mengajukan pinjaman dengan menjaminkan kepada bank berupa emas dalam bentuk perhiasan ataupun batangan. prosedurnya lebih sederhana dibandingkan pinjaman konvensional sehingga lebih mudah diakses masyarakat.
Gadai emas di bank syari’ah pada dasarnya menggabungkan 2 akad, yaitu akad qard (utang piutang) dan akad ijaroh (sewa menyewa). Nasabah akan mendapatkan pinjaman dari bank senilai tertentu (akad qardh), dan selanjutnya nasabah wajib membayar uang pemeliharaan kepada bank sebanyak jumlah yang ditetapkan oleh bank (akad ijaroh). Kombinasi akad tersebut memastikan bahwa praktik gadai emas di bank syariah sesuai dengan prinsip syariah.
Kesimpulan
Praktik gadai emas syariah di Indonesia merupakan bentuk layanan keuangan yang sesuai dengan hukum Islam. Dengan mengacu pada fatwa DSN-MUI dan dasar hukum Al-Qur’an, gadai diperbolehkan sepanjang memenuhi prinsip syariah. Implementasi melalui akad qardh dan ijarah menjadikan gadai emas di bank syariah tidak hanya memudahkan akses masyarakat terhadap pembiayaan, tetapi juga menjaga kesesuaiannya dengan aturan syariah.






