Bingung dengan Jati Diri? Ini Teknik Konseling yang Bisa Bantu Remaja Lebih Paham Diri Sendiri

sumber: konselor.id

Masa remaja merupakan sebuah waktu yang penuh gejolak. Masa yang menjadi peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa ini seringkali membuat seseorang terjebak dalam pusaran kebingungan, ketidakpastian, hingga kecemasan akibat perubahan fisik, emosional, dan sosial yang terjadi pada dirinya.

 

Pertanyaan besar yang sering terlintas di benak seseorang ketika berada di fase remaja  yaitu  “Siapakah aku?”, “Apa tujuan hidupku?”, “Bagaimana caranya agar aku bisa diterima oleh lingkungan?”.

Tentunya jawaban tersebut sulit didapatkan jika seseorang tidak memiliki dukungan dari keluarga, teman, hingga tenaga profesional.

 

Mengutip dari Erikson mengenai teori perkembangan psikososial, kepribadian manusia dapat berkembang melalui beberapa tahap, mulai dari bayi sampai lanjut usia. Pada setiap tahapnya, akan terjadi dua aspek bertentangan yang bisa berdampak positif maupun negatif terhadap perkembangan kepribadian seseorang.

 

Sumber: verywellmind.com

Seseorang yang memasuki usia remaja akan berada di Tahap ke-V (Identitas vs Kebingungan Peran). Seorang remaja akan mulai mencari identitas dan jati dirinya sendiri. Oleh sebab itu, mereka umumnya akan mencoba berbagai persona yang berbeda guna mengetahui jati dirinya. Jika berhasil melalui tahapan pencarian jati diri ini, seseorang akan mampu untuk mempertahankan identitas dirinya. Di sisi lain, jika ia gagal menemukan jati diri pada tahap ini, maka kemungkinan ia akan mengalami krisis identitas di kemudian hari.

 

Perlukah Seorang Remaja Mengikuti Sesi Konseling?

Menurut studi dari Lembaga Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2022, sekitar 60% remaja di Indonesia merasa kebingungan tentang identitas mereka. Situasi ini diperburuk oleh adanya tekanan dari lingkungan, seperti harapan orang tua, konformitas teman sebaya, dan arus informasi dunia maya. Di sinilah  konseling berperan penting untuk membantu remaja menemukan jati diri mereka dengan cara yang mendukung dan aman.

 

Penelitian lebih lanjut oleh Universitas Indonesia menunjukkan bahwa remaja yang terlibat dalam program bimbingan konseling memiliki 40% kemungkinan lebih tinggi untuk memahami diri mereka dengan lebih baik dan memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa kehadiran bimbingan konseling dapat memberikan dampak positif dalam proses penemuan identitas diri remaja.

 

Konseling memberikan ruang aman bagi remaja untuk berbagi perasaan dan pertanyaan yang mereka hadapi. Dalam sesi konseling, konselor bertindak sebagai pendengar yang baik, membantu remaja mengenali dan memahami emosi mereka. Diskusi mengenai nilai-nilai, minat, dan tujuan hidup membantu remaja memahami siapa mereka.

 

Perlu diingat juga, terdapat perbedaan dari sesi konseling bersama konselor seperti teman sebaya, sarjana psikologi, atau mahasiswa magister yang tengah menjalani pendidikan profesi dengan seorang psikolog klinis yang telah dinyatakan lulus & memenuhi standar kompetensi profesi. Seorang konselor tidak diperbolehkan memberikan diagnosis, sehingga proses konseling hanya sebatas diskusi. Jika konseli memiliki masalah yang serius dan membutuhkan bantuan tenaga profesional seperti psikolog, maka seorang konselor dapat merekomendasikan konseli tersebut untuk menemui psikolog.

 

 Mengenal Lebih Dekat Pendekatan Konseling Client Centered Therapy (CCT)

1. Konsep

Client-Centered Therapy merupakan pendekatan konseling yang diperkenalkan oleh Carl Rogers. CCT adalah salah satu metode yang paling berpengaruh dalam psikologi humanistik. Pendekatan ini menekankan pentingnya hubungan antara konselor dan konseli, serta memberikan ruang bagi konseli untuk mengeksplorasi perasaan dan pengalaman mereka sendiri. Dengan pendekatan yang humanistik dan menghargai martabat manusia, pendekatan konseling ini memberikan kerangka kerja yang kuat untuk mendukung remaja dan individu lainnya dalam proses penemuan diri dan pengembangan identitas.

 

2. Prinsip-Prinsip Client Centered Therapy

1. Empati: Seorang konselor harus mampu memahami, merasakan perasaan, dan melihat masalah dari sudut pandang konseli.

 

2. Kongruen: Konselor menjadi diri sendiri sehingga perkataan & perbuatannya sesuai dengan nilai yang ia yakini. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan konseli karena konselor menunjukkan keterbukaan & keaslian citra diri mereka.

 

3. Penerimaan tanpa syarat: Konselor menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi konselor bersikap netral, tidak memberi penilaian (judge) terhadap konseli, dan tetap objektif.

 

3. Teknik-Teknik Konseling dengan Pendekatan Client Centered Therapy:

1. Pembukaan

Pada sesi pembukaan konseling, seorang konselor harus membangun rapport yang baik dengan konseli. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan diri, menjelaskan durasi konseling, serta meminta konseli mengisi informed consent sehingga konseli dapat merasa nyaman untuk bercerita.

 

2. Inti

Memasuki sesi inti, seorang konselor harus mendengarkan dengan seksama dan penuh perhatian terhadap apa yang disampaikan konseli. Kemudian konselor merefleksikan kembali perasaan dan pengalaman konseli agar konseli merasa dipahami. Selain itu, konselor dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang mendorong konseli untuk mengeksplorasi diri. Konselor tidak memberikan saran atau solusi, tetapi mengarahkan konseli menemukan solusinya sendiri.

 

3. Penutup

Pada sesi penutup, konselor merangkum keseluruhan cerita konseli dengan bahasa yang singkat dan mudah dipahami lalu mengakhiri sesi diskusi dengan baik dan menjelaskan tata cara yang perlu dilakukan klien jika nantinya konseli memerlukan sesi konseling lanjutan.

 

Referensi:

Mirna, M., & Afandi, M. (2022). Konseling Individual Menggunakan Pendekatan Client Centered Therapy Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. Jurnal Administrasi Pendidikan dan Konseling Pendidikan, 3(1), 39-43.

Rosada, U. D. (2016). Model Pendekatan Konseling Client Centered Dan Penerapannya Dalam Praktik. Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6 (1), Art. 1.

Siloam Hospital. (2024, 31 Oktober). 8 Tahap Perkembangan Psikososial, Mulai Dari Usia 0-65 Tahun. https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-perkembangan-psikososial

Saputri, C. (2024  30 Oktober). Peran Bimbingan Konseling: Krisis Identitas Di Kalangan Remaja. Kumparan.  https://kumparan.com/cecilia-meilany-saputri/peran-bimbingan-konseling-krisis-identitas-di-kalangan-remaja-23odgad6kSf

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *