Di era yang modern ini, kita seringkali mendengar kata jihad, namun makna jihad ini seringkali dipahami tidak sebagaimana mestinya. Kondisi ini dipicu oleh beberapa sebab, salah satunya interpretasi yang salah terhadap makna jihad, baik yang dipahami oleh beberapa kaum muslim atau non-muslim. Bagi non-muslim, mereka menilai jihad dalam Islam merupakan situasi yang tidak terkendali, irasional, dan konotasinya perang total.
Secara etimologi jihad adalah perjuangan dengan mengerahkan segenap kemampuan, baik perjuangan dalam bentuk melawan musuh di medan pertempuran, atau perjuangan tanpa terjun ke medan pertempuran. Sehingga muslim yang berjuang dengan menuntut ilmu kemudian berdakwah di jalan Allah SWT, sudah termasuk mujâhid (pelaku jihad). Sementara dari sisi terminologi jihad memiliki makna yang beragam. Menurut Lembaga Riset Bahasa Arab Republik Arab Mesir dalam al-Mu’jam al-Wasîth, jihad adalah qitâlun man laisa lahu dhimmatun min al-kuffâr, artinya memerangi orang kafir yang tidak ada ikatan perjanjian damai. Pengertian ini terlihat lebih mengkhususkan kepada makna jihad perang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia jihad diartikan sebagai usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan, atau usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga, atau bisa juga diartikan perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam. Jihad merupakan kata serapan dari bahasa Arab, memiliki arti “mengerahkan segenap potensi diri untuk melakukan sesuatu”. Kata ini dengan berbagai derivasinya, disebut sebanyak 41 kali dalam Al Quran yang semuanya berkonotasi peperangan. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menyebut tentang jihad adalah Surah Al-Baqarah ayat 218 yang berbunyi:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 218)
Jihad memiliki beberapa makna di dalam Al-Qur’an; ada yang bermakna perang sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an pada surah al-Tahrim ayat 9, jihad bermakna moral seperti yang termaktub pada surah al-Ankabut ayat 69, jihad bermakna dakwah yang terdapat pada surah al-Nahl ayat 110. Banyak orang keliru memahami ayat-ayat tentang jihad. Kekeliruan itu membawa mereka pada tindakan keliru dalam bentuk penyerangan dan kekerasan terhadap orang-orang atau pihak yang bahkan dijamin keselamatannya dalam Islam melalui aksi ekstremisme, terorisme, atau propaganda jihad untuk memusuhi pihak-pihak yang tidak boleh disakiti dalam Islam.
Menurut Ibnul Qayyim jenis jihad ditinjau dari obyeknya memiliki empat tingkatan, yaitu (1) jihad memerangi hawa nafsu, (2) jihad memerangi syetan, (3) jihad memerangi orang kafir dan (4) jihad memerangi orang munafik. Syekh M Ali As-Shabuni, pakar tafsir dan hukum Islam, mengatakan bahwa perang, jihad, atau qital memiliki ketentuan dalam syariat yang mengatur siapa yang berkewajiban perang, siapa yang berhak mengumumkan perang, siapa yang harus diperangi, siapa yang tidak boleh disakiti dalam peperangan, apa yang tidak boleh dirusak saat perang, dan situasi seperti apa yang mengharuskan kita berperang.
Jihad dalam makna yang konstektual seperti sekarang ini tidak bisa melulu ditafsiri selalu dengan pedang. Beberapa kalangan umat Islam menilai kondisi umat Islam yang carut marut karena perbedaan pemahaman keislamannya, kemudian memicu lemahnya persatuan umat Islam. Masih ada sebagian yang menekankan bahwa Islam harus ditegakkan dengan cara jihad bil harbi (perang) yang selalu diancam, dianiaya dan dibunuh.
Hingga saat ini, jihad bagi para kaum ekstremis dipahami sebagai perang fisik dengan mengangkat senjata. Hal itu menjadi dasar legitimasi agama untuk melakukan kekerasan sehingga muncul radikalisme agama. Problem tersebut muncul karena kesalahan memaknai jihad. Sebagian besar radikalisme dan militansi agama muncul dari kesalahan orang memahami kata jihad terutama kesalahan memahami konteks jihad itu sendiri. Menurutnya, makna jihad yang menjadi problem itu bagaimana orang memposisikan konteks jihad itu sendiri.