Menghindari Diri Kita Dari Pelecehan Seksual Menurut Islam

Pelecehan seksual dalam pengertiannya yaitu suatu perilaku yang berkaitan dengan hubungan seks yang tidak ada persetujuan di dalamnya atau yang tidak diinginkan. Meski demikian, pelecehan seksual adalah suatu kasus yang sudah lama terjadi dan masih terjadi kasusnya sampai sekarang. Kebanyakan faktor oknum-oknum yang melakukan tindak tidak terpuji itu karena tidak bisa menahan nafsu untuk melakukan hal senonoh. Pelecehan seksual yang kita ketahui seringkali terjadi dikalangan orang-orang yang tingkat pendidikannya rendah. Namun, hal tersebut tidak menjadi kesimpulan bahwa orang yang dengan pendidikan rendah saja yang melakukan hal tersebut karena faktanya perbuatan pelecehan seksual bisa terjadi dan pelakunya bisa saja dari kalangan orang yang tingkat pendidikannya tinggi. 

 

Islam sangat melarang keras adanya pelecehan seksual. Di dalam pelecehan terdapat perzinahan dan tindakan zalim dan korban bukan termasuk orang yang berzina melainkan orang yang terzalimi atau yang hilang kehormatannya. Pelecehan seksual umumnya terjadi di kalangan perempuan tetapi tidak dipungkiri bahwa laki-laki juga bisa terkena pelecehan seksual. Akan tetapi, pelecehan seksual yang terjadi kebanyakan korbannya dari perempuan.

 

Ada beberapa tips untuk kita agar bisa menghindari kasus pelecehan seksual yang diajarkan Islam:

 

  1. Menundukkan Pandangan 

       

 Awal mula seseorang melakukan sesuatu perbuatan dosa bermula pada pandangan, dari pandangan inilah kita mempunyai keinginan atau ketertarikan akan hal sesuatu yang terlihat indah. Menurut sebagian ulama salaf berpendapat bahwa pandangan adalah panah beracun kepada hati. Dalam bahasa Al-Qur’an yaitu Ghadd al-bashar. Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa kita harus menundukkan pandangan sebagaimana kita diperintahkan untuk menjaga kemaluan di dalam surah an-Nur {24} 30 berbunyi : 

 

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman :’’hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui dan apa yang mereka perbuat.

 

Di dalam kitab kifayatul akhyar fi Hilly Ghayatil Ikhtishor disebutkan beberapa pengelompokkan terkait bentuk dan hukum melihat kepada lawan jenis. Di antaranya adalah seseorang yang tidak memiliki hubungan mahram haram melihat lawan jenisnya jika tidak memiliki hajat. Bahkan dalam rangka menutup pintu negatif semisal pelecehan seksual, orang yang belum baligh namun hampir dewasa juga dilarang melihat lawan jenis yang bukan muhrim dan tidak ada hajat di dalamnya.

 

  1. Etika Berpakaian 

   

 Yang namanya etika adalah suatu tata cara agar hal tersebut dinilai baik. Islam sangat menekankan kepada apa yang wajib dipakai oleh kaum muslimin terutama pakaian yang dipakai oleh wanita, salah satunya adalah dengan memakai hijab pada wanita. Dengan berpakaian tertutup kita sudah menutup sebagian celah untuk seseorang bisa melakukan pelecehan seksual. Di dalam (Qs Al-ahzab {33} 59) disebutkan:

 

“Wahai nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’’ (Qs Al-Ahzab {33} 59)

 

  1. Tidak Bepergian (safar) Bagi Perempuan Kecuali dengan Mahramnya 

      

 Di zaman sekarang, marak sekali pelecehan seksual terjadi pada perempuan. Agama Islam menganjurkan agar perempuan ketika bepergian harus bersama dengan mahramnya dan tidak boleh sendiri. Imam Nawawi rahimahullah berkata menukil dari perkataan Baihaqi seolah-olah beliau ditanya tentang seorang wanita safar tanpa disertai mahramnya sejauh tiga hari tiga malam tanpa adanya mahram maka beliau berkata “tidak boleh”.

 

Akan tetapi, ada sebagian ulama yang membolehkan perempuan bepergian tanpa harus adanya mahram dengan syarat ditemani teman wanita yang tsiqah (dikutip dari mualimus sunan II/145). Imam Al-Khaththabi berkata seandainya sama saja (safar wanita untuk haji dengan safar karena hijrah dari bumi kafir). Maka pastilah wanita boleh berhaji seorang diri tanpa mahramnya atau tanpa wanita yang tsiqah, tetapi karena seorang wanita tidak diperbolehkan pergi haji sendirian kecuali bersama wanita yang tsiqah. Menurut Imam Syafi’i, wanita yang safar untuk berhaji dengan tidak adanya syarat yang telah ditetapkan oleh nabi adalah menyelisihi sunnah apabila keluarnya wanita tersebut tanpa disertai mahram adalah suatu perbuatan maksiat maka tidak boleh mewajibkan wanita tersebut untuk berhaji.

 

  Dari sini, penulis menyimpulkan mengenai larangan bersafar tanpa mahram yaitu bahwasanya wanita tidak boleh bersafar lebih dari tiga hari tiga malam tanpa adanya mahram. Akan tetapi, perubahan zaman saat ini di mana keamanan semakin terjaga dan pastikan dalam keadaan ramai bisa ditafsirkan bahwasanya wanita boleh bersafar tetapi harus dengan teman wanita yang dipercayainya dan tidak melakukan maksiat untuk menjaga dari keamanan. Semoga kita senantiasa dilindungi oleh Allah SWT dan terhindar dari perbuatan keji dan hal-hal yang tidak diinginkan.

Berita Terbaru

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *