Duka Cita Dunia Pers: Jurnalis Kalsel Tewas, Tunangan Jadi Tersangka

sumber: antarafoto.com

Beberapa hari terakhir, media sosial digemparkan oleh berita dari Kalimantan Selatan (Kalsel), yakni seorang jurnalis ditemukan tewas tergeletak di tepi jalan kawasan Gunung Kupang, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, pada Sabtu sore (22/3/2025). Pada awalnya, polisi menduga korban mengalami kecelakaan tunggal dengan beberapa luka di tubuh. Namun, beberapa hal mencurigakan ditemukan, dompet dan identitas korban hilang, sementara motornya masih ada di lokasi. 

 

Kecurigaan pun terjawab saat Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI Angkatan Laut Balikpapan menyatakan bahwa seorang anggota TNI Angkatan Laut mereka bernama Jumran yang berpangkat kelasi satu sekaligus tunangan sang korban, menjadi terduga pelaku pembunuhan. Dalam proses penyidikan, Jumran alias J mengaku telah menghabisi korban di dalam mobil. 

 

“Kita tadi sepakat dan keluarga mendengar bahwa yang dituduhkan ke terduga pelaku adalah pembunuhan berencana. Yang paling kuat adalah adanya pengakuan dari pelaku (Jumran),” kata Muhammad Pazri saat mendampingi keluarga korban di Mako Detasemen Polisi Militer Lanal Banjarmasin lewat video konferensi pers (29/3/2025). Selama ini pula, korban kerap membahas terkait isu-isu pemerintahan berupa feature dan belakangan ini meliput konferensi pers di Polda Kalsel, hal ini . 

 

Sebelum membahas risiko yang dihadapi para jurnalis dan wartawan, penting untuk memahami kode etik jurnalistik sebagai landasan utama profesi ini. Di Indonesia, kode etik jurnalistik mengatur prinsip dasar, seperti independen, keberimbangan, akurasi, perlindungan narasumber, dan berpihak pada kebenaran, merupakan pedoman bagi jurnalis untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab. Namun, pada praktiknya,  menjalankan kode etik seringkali dihadapkan dengan tantangan kompleks. Keharusan untuk berani bersuara di publik, mengungkap kebenaran, dan mengkritik kekuasaan, seringkali menempatkan jurnalis dalam posisi rentan dan berisiko mendapat ancaman.

 

Kasus jurnalis asal Kalsel ini hanyalah salah satu kasus dari berbagai ancaman lainnya di Indonesia dan korban tentu tidak melanggar apapun, justru sang jurnalis menjadi korban pelanggaran hukum dan etika. Laporan yang diterima oleh Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) pada tahun 2024, mencatat dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024, terdapat 73 kasus kekerasan terhadap para pekerja jurnalistik. Angka ini menjadi bukti betapa rawannya profesi jurnalistik di Indonesia.

 

Salah satu faktor mengapa para jurnalis dan wartawan kerap mendapat ancaman yang berakhir penghilangan nyawa dikarenakan kurangnya perlindungan hukum bagi mereka, terutama di daerah yang memiliki tingkat kebebasan pers rendah. Dalam beberapa kasus, bahkan jurnalis mendapatkan diskriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE atau KUHP, sehingga bisa menjerat mereka karena pemberitaan dianggap merugikan pihak tertentu. 

 

Lalu bagaimana seharusnya dunia pers merespon? Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan, yakni: 1) Memperkuat penerapan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, menjamin kebebasan pers, termasuk hak untuk mencari, menyebarkan informasi, serta melindungi wartawan melalui hak tolak. Serta, memastikan tindakan yang menghalangi kebebasan pers dianggap sebagai pelanggaran pidana dan diproses sesuai hukum. 2) Kolaborasi Antar-Pihak demi kebebasan pers melalui kampanye publik dan dukungan dari masyarakat serta dewan pers seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI). 3) Pemerintah harus memberikan akses informasi yang lebih bebas dengan menjamin akses terhadap informasi di berbagai media, termasuk internet tanpa sensor dan pembredelan. 4) Pemerintah wajib menyediakan pengamanan bagi pekerja jurnalistik saat mereka melaksanakan tugas, tanpa perlu diminta secara khusus.

 

Kasus kematian jurnalis di Kalsel menjadi pengingat pahit akan risiko yang dihadapi para pekerja media dalam membela kebenaran. Perlindungan jurnalis bukanlah sekadar soal keselamatan individu, melainkan fondasi bagi demokrasi yang sehat dan akses informasi publik yang jujur dan akurat. Tanpa jaminan keamanan dan penegakan hukum yang tegas, keberanian para jurnalis dalam membela kebenaran bisa menjadi pertaruhan nyawa. Sehingga, apalagi langkah tersebut dapat diterapkan, maka akan tercipta lingkungan yang aman dan kondusif bagi kebebasan pers di Indonesia.

 

Sumber:

 

Keluar dari Mulut Harimau, Masuk ke Mulut Buaya. (2025). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. [https://aji.or.id/system/files/2025-01/catatan-tahun-2024-aji-indonesia-keluar-mulut-harimau-masuk-mulut-buaya.pdf].

Setyowati, A., & Kencono, P. S. (2024). Kebebasan Pers Dalam Penyampaian Berita Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Indonesian Journal of Law and Justice, 2(1), 18-18.

Sumedi, D. P. (2025). Yang terungkap di balik Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL di Banjarbaru. Tempo. [Diakses pada 04 April 2025]. https://www.tempo.co/hukum/yang-terungkap-di-balik-kasus-pembunuhan-jurnalis-juwita-oleh-anggota-tni-al-di-banjarbaru-1226479.

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *