Pada era digital yang semakin berkembang, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kemudahan berkomunikasi dan akses informasi yang luas, muncul fenomena psikologis yang disebut Fear of Missing Out (FOMO). FOMO merupakan perasaan cemas atau takut tertinggal dalam pengalaman sosial yang dialami oleh orang lain, terutama ketika melihat unggahan teman atau publik figur di media sosial. Dalam konteks psikologi sosial, fenomena ini berkaitan erat dengan tekanan sosial dan kebutuhan manusia untuk diterima dalam kelompoknya. Tekanan sosial di dunia maya mendorong individu untuk menampilkan citra diri yang ideal dan terus mengikuti tren agar tidak merasa tertinggal.
FOMO pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Dan Herman pada awal 2000-an dan kemudian berkembang menjadi isu psikologis yang banyak dibahas. FOMO bukan hanya sekedar rasa cemas atau iri. Ini adalah dampak dari era digital yang memberi kita akses hampir tanpa batas ke kehidupan orang lain. Media sosial, dengan foto-foto indah dan cerita-cerita luar biasa, sering kali membuat kita merasa seperti kita “harus” berada di sana, melakukan hal-hal itu, atau bahkan punya pencapaian yang sama.
Tekanan sosial di dunia maya muncul ketika individu merasa terdorong untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial yang terbentuk melalui media sosial. Menurut penelitian dari Rakhmawati (2021), tekanan sosial di dunia maya dapat menyebabkan kecemasan sosial, terutama pada remaja yang sering kali membandingkan dirinya dengan orang lain yang dianggap lebih sukses atau lebih bahagia. Norma sosial yang terbentuk ini sering kali tidak realistis, karena unggahan di media sosial lebih cenderung menampilkan aspek terbaik dari kehidupan seseorang, bukan gambaran yang sebenarnya.
Dari perspektif psikologi sosial, FOMO dan tekanan sosial di dunia maya berakar pada beberapa konsep penting:
1. Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison Theory)
Teori yang dikemukakan oleh Leon Festinger (1954) menyatakan bahwa individu memiliki kecenderungan alami untuk membandingkan dirinya dengan orang lain guna mengevaluasi diri sendiri. Media sosial memfasilitasi perbandingan ini secara instan, yang sering kali menghasilkan perasaan kurang puas terhadap kehidupan sendiri. Studi dari Putri & Hidayati (2020) menunjukkan bahwa remaja yang sering membandingkan dirinya di media sosial cenderung memiliki tingkat kepuasan diri yang lebih rendah.
2. Teori Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need to Belong Theory)
Baumeister dan Leary (1995) menyebutkan bahwa manusia memiliki kebutuhan fundamental untuk diterima dalam kelompok sosial. Ketika seseorang melihat teman-temannya menikmati pengalaman tertentu tanpa mereka, muncul perasaan keterasingan dan tekanan untuk selalu terlibat dalam aktivitas sosial.
3. Tekanan Sosial dan Norma Sosial
Media sosial membentuk norma tentang apa yang dianggap sebagai ‘kehidupan ideal’. Menurut studi yang dilakukan oleh Nugroho & Pratama (2022), individu sering kali merasa perlu menampilkan citra diri yang sempurna di media sosial agar diterima oleh lingkungan daring mereka. Hal ini mendorong perilaku konsumtif, pencitraan yang berlebihan, dan kecemasan sosial.
FOMO dan tekanan sosial yang berlebihan di media sosial dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental seseorang. Studi yang dilakukan oleh Hunt dkk. (2018) menunjukkan bahwa individu dengan tingkat FOMO tinggi lebih rentan mengalami kecemasan, depresi, dan rendahnya kepuasan hidup. Sementara itu, penelitian oleh Rakhmawati (2021) di Indonesia menemukan bahwa tekanan sosial di media sosial berkontribusi terhadap peningkatan stres pada remaja yang merasa perlu terus menerus mengikuti tren dan menampilkan kehidupan yang ideal.
Selain itu, FOMO juga dapat menyebabkan perilaku adiksi terhadap media sosial, di mana individu merasa perlu terus memeriksa notifikasi dan feed mereka untuk memastikan mereka tidak tertinggal dalam interaksi sosial. Studi oleh Putri & Hidayati (2020) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan media sosial yang dipicu oleh tekanan sosial dapat menyebabkan gangguan tidur, kecemasan, dan isolasi sosial.
Mengatasi FOMO dan tekanan sosial membutuhkan pendekatan yang sadar dan berbasis pada pemahaman diri. Beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi:
1. Menerapkan Digital Detox
Mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial dapat membantu mengurangi tekanan sosial yang dirasakan.
2. Meningkatkan Kesadaran Diri
Memahami bahwa media sosial sering kali hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang dapat membantu mengurangi kecenderungan untuk membandingkan diri.
3. Fokus pada Kehidupan Nyata
Menghabiskan waktu untuk menikmati aktivitas secara langsung tanpa harus mendokumentasikannya untuk media sosial dapat meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan hidup.
4. Mempraktikkan Mindfulness
Melatih diri untuk hidup di momen sekarang dan mensyukuri apa yang dimiliki dapat membantu mengurangi kecemasan akibat FOMO.
Jadi, FOMO dan tekanan sosial di dunia maya adalah fenomena yang semakin banyak terjadi di era digital akibat meningkatnya penggunaan media sosial. Dari perspektif psikologi sosial, FOMO berkaitan erat dengan teori perbandingan sosial, kebutuhan untuk berafiliasi, serta tekanan sosial yang dibentuk oleh norma di dunia maya. Tekanan sosial yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan, stres, dan perilaku kompulsif di media sosial. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana cara mengelola tekanan sosial agar tetap memiliki keseimbangan dalam kehidupan nyata.
Daftar Pustaka
- Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The Need to Belong: Desire for Interpersonal Attachments as a Fundamental Human Motivation. Psychological Bulletin, 117(3), 497-529.
- Festinger, L. (1954). A Theory of Social Comparison Processes. Human Relations, 7(2), 117-140.
- Hunt, M. G., Marx, R., Lipson, C., & Young, J. (2018). No More FOMO: Limiting Social Media Decreases Loneliness and Depression. Journal of Social and Clinical Psychology, 37(10), 751-768.
- Nugroho, R., & Pratama, B. (2022). Pengaruh Tekanan Sosial di Media Sosial terhadap Citra Diri Pengguna. Jurnal Psikologi Indonesia, 14(2), 201-215.
- Putri, A. N., & Hidayati, D. (2020). Pengaruh Media Sosial terhadap Kepuasan Diri pada Remaja. Jurnal Psikologi Sosial Indonesia, 12(1), 45-60.
- Rakhmawati, D. (2021). Tekanan Sosial di Media Sosial dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi, 9(3), 157-172