Hukum Islam dan Tantangan Modernitas: Bagaimana Fiqih Beradaptasi?

sumber: canva.com

Islam menjadi agama yang rahmatan lil a’lamin karena agama ini diperuntukkan untuk seluruh umat dan tidak terkekang oleh zaman. Al-Quran dan hadist sebagai dasar rujukan utama untuk menerapkan syariat Islam sekaligus solusi dari berbagai permasalahan yang muncul. Namun apabila suatu permasalahan tersebut tidak ditemukan di antara keduanya maka Islam memperbolehkan ijtihad ulama guna menengahi perdebatan yang terjadi di masyarakat.

 

Ijtihad hanya bisa dilakukan setelah wafatnya Rasulullah SAW, para sahabat bisa langsung menanyakan perihal hukum pada Rasulullah SAW sehingga tidak perlu mengupayakan ijtihad. Sebagaimana dalam surat Al-Ahzab ayat 36 menyebutkan bahwa sekiranya Allah SWT dan Rasul-Nya memutuskan sebuah perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan yang lain. Oleh karena itu, secara implisit dipahami jika suatu perkara tersebut belum diputuskan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka para ulama bisa memutuskan hal tersebut selama tidak melanggar aturan syariat yang telah ditetapkan sebelumnya.

 

Hukum-hukum Islam yang sudah tertulis di dalam Al-Quran dan hadist mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi era modern di setiap kondisi zaman. Selama berabad-abad lamanya, fiqih mengalami perkembangan yang cukup pesat dan memiliki metode pendekatan tersendiri sesuai dengan mazhab masing-masing. Mazhab tersebut ialah mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi. Masing-masing mazhab mempunyai ciri khas dalam metodologi penafsiran dalam memahami teks agama, namun tetap berakarkan prinsip dasar Al-Quran dan hadist dalam membentuk panduan hukum. Perkembangan fiqih tidak hanya terjadi dalam masalah klasik, namun mencakup juga pada isu-isu yang baru muncul akibat dari globalisasi dan modernisasi di era modern.

 

Adaptasi Fiqih dalam Modernitas

 

Secara historis, fiqih telah memberikan pondasi dasar yang komprehensif dan kuat berasal dari sumber-sumber yang telah disepakati oleh para ulama; Al-Quran, hadist, ijma’, dan qiyas. Namun seiring pesatnya zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang, penerapan hukum Islam menghadapi tantangan baru. Era modern ini menuntut pendekatan baru terhadap fiqih yang selaras dengan realitas sekarang tapi tetap berpegang teguh pada sumber-sumber dasarnya. Mantan Wakil presiden, KH. Ma’ruf Amin menyampaikan dalam forum Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya, bahwa ilmu fiqih dapat menyesuaikan dan berkarakteristik dinamis menerima perkembangan zaman, orang yang berpikir bahwa hukum tidak bisa berubah maka bisa dipastikan orang itu tidak memahami Islam itu sendiri. Oleh sebab itu, keniscayaan munculnya fatwa baru lantaran sumber utama (Al-Quran dan hadist) bersifat umum sementara permasalahan baru dan terbarukan silih berganti. Dalam konteks masyarakat yang beragam dan saling terhubung, sikap menghormati satu sama lain, prinsip keadilan, dan tanggung jawab sosial menjadi landasan penting dalam mempromosikan eksistensi Islam.

 

Peran Ijtihad dalam Era Digital

 

Metode ijtihad berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan kontemporer yang muncul di tengah era digital. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum dinyatakan oleh Al-Quran dan Hadist serta belum disepakati oleh seluruh kalangan ulama fiqih, itulah yang menjadi tugas dari ijtihad di zaman sekarang. Instrumen ini memberikan umat pemahaman dan kemudahan dalam menerapkan suatu hukum yang baru. Namun, ijtihad tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, diperlukan pemahaman ilmu agama secara mendalam dan komprehensif yang mampu melakukan ijtihad. Karena syarat untuk menjadi mujtahid sangat kompleks, sebagian ulama berpendapat bahwa pintu ijtihad telah ditutup. Tanpa menutup fakta persoalan umat yang dinamis, ijtihad di era digital sangat dibutuhkan bahkan dikembangkan agar menjawab tantangan modernitas dan globalisasi. Oleh sebab itu, keberadaan lembaga ijtihad diharapkan untuk dibentuk karena permasalahan baru tidak dapat terelakkan.

 

Aplikasi Fiqih dalam Konteks Modern

 

Pada masyarakat modern, banyak isu yang berhubungan dengan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini menyebabkan kebingungan suatu hukum di tengah masyarakat. Oleh karena itu, fiqih kontemporer bertujuan memberikan solusi hukum yang sesuai dengan realitas kehidupan era modern. Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya fiqh al-waqi’ wal mas’alah muaashiroh mengatakan bahwa fiqih kontemporer sebagai upaya untuk memahami dan menjawab berbagai masalah yang dihadapi umat Islam di zaman modern melalui prinsip-prinsip syariah, dengan mengedepankan ijtihad yang lebih fleksibel dan kontekstual. Beliau menekankan pentingnya menyesuaikan prinsip fiqih dengan realitas zaman, tanpa mengubah substansi ajaran Islam. Fiqih kontemporer mengkaji beragam permasalahan baru sehingga melahirkan istilah nama baru seperti asuransi syariah, perbankan syariah, wadhiah, zakat profesi, dll. Aplikasi fiqih kontemporer memperhitungkan konteks sosial dan kondisi zaman yang dinamis, hal ini dikarenakan fiqih kontemporer lebih responsif terhadap perubahan zaman. Meskipun fiqih kontemporer memberikan solusi terhadap tantangan zaman, namun implementasinya tidak mudah di masyarakat. Berbagai hambatan dalam realisasinya dari internal dan eksternal umat Islam. Maka, sangat penting untuk senantiasa berdialog antar ulama fiqih.

 

Kesimpulan

 

Fiqih memiliki kemampuan beradaptasi dengan modernitas melalui pendekatan yang fleksibel dan responsif terhadap perubahan zaman dan teknologi yang dinamis. Dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip dasar islam, fiqih dapat memberikan solusi hukum yang relevan dalam berbagai aspek. Dengan fiqih kontemporer yang lahir dari pemikiran ulama masa kini, menunjukkan bahwa fiqih bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan dapat diterapkan di segala aspek kehidupan.

Berita Terbaru

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *